MISTERI PEMBUNUHAN DI GARASI PABRIK " Bagian I:Mayat Yang Bersimbah Darah"


Ini adalah kisah tentang awal mula sebuah Kejadian yang menjadi Kasus yang tak kunjung terselesaikan.

Masih kisah yang menceritakan tentang "alm. Mbak Nia"






Pagi itu, 04 Desember 2016.

Ira, seorang karyawan pabrik tekstil, berjalan dari rumahnya, berangkat ke pabrik tempat kerja nya yang berada tidak jauh dari rumahnya.

Saat itu hari Minggu, sekitar pukul 08.00 WIB, Ira sudah berada di Area Pabrik.

Perlu diketahui, hari kerja -
- di Pabrik itu, dimulai dari hari sabtu hingga hari Kamis. Libur di hari Jumat.

Sesampainya di area pabrik, suasana masih sepi, karena kebanyakan karyawan berasal dari desa sekitar kampungnya.

Karena belum ada aktifitas orang kerja, Ira berjalan dengan agak santai menuju-
Tempat kerjanya yang berada dibagian depan, tepatnya berada disamping gudang. Di sisi lain dari gudang itu lah terdapat sebuah garasi mobil.

Denah pabrik itu, bagian paling depan adalah garasi, disamping garasi ada sebuah gudang, disamping gudang itu tempat kerja Ira, dan-
di sisi lain tempat kerja Ira adalah ruang utama pabrik, dimana tempat itu dipenuhi mesin-mesin produksi yang tertata.

Ruang utama pabrik berhimpitan dengan rumah milik bos pabrik tersebut. Dimana sudah saya perkenalkan sebagai H. Takur.
Rumah H. Takur memanjang dari ruang utama pabrik sampai ke depan, hingga berhadapan dengan lokasi garasi. Membentuk bangunan tipe "U".

Terdapat halaman cukup luas di depan garasi dan rumah H. Takur, yang biasanya menjadi area bongkar muat barang dari pabrik.
*** Butuh ilustrasi tempat?
Nyoh, saya teringat, dulu sempat bikin ilustrasi tempat kejadian saat masih berpartisipasi dalam upaya pengungkapan kasus ini.

Cerita akan berlanjut setelah ini.


Ira berjalan menuju tempat kerjanya. Sesekali ia memperhatikan area sekitar, termasuk rumah H. Takur.
Menerka-nerka apakah sudah ada aktifitas dari dalam rumah atau belum.

Ira tak menyadari ada hal aneh disekitarnya, yang dia ingat, saat itu pintu garasi seperti sedikit terbuka.
Ira tak menghiraukan, ia terus berjalan menuju ke arah tempat kerjanya, seperti biasa.

Sambil menunggu salah satu teman kerjanya, Ira sesekali bermain HP.
Sedang asik bermain HP, ira menyadari ada seseorang yang datang dari pintu ruangan, H. Takur masuk kedalam tempat kerjanya.

H. Takur melihat ira yang sedang bermain Hp, namun hanya tersenyum dan berlalu masuk ke arah gudang, yang memang bisa diakses melalui ruang kerja Ira.
Bisa di lihat di gambar ilustrasi, ada pintu penghubung antara tempat kerja Ira dan gudang pabrik.

Saat itu, Ira mengira kunci gudang masih dibawa oleh mas Saud, karyawan pabrik yang bertugas di gudang.
Jadi, untuk menuju gudang, H. Takur harus melewati tempat Ira.
Ira kembali melanjutkan pekerjaannya, sebelum H. Takur kembali ke tempat Ira dan meminta bantuan pada Ira.

"Mbak, biso njaluk tulung sedilut?"
(Mbak, bisa minta tolong sebentar?)

"Nggih, wonten nopo pak Kaji?" sahut Ira.
(Ya, ada apa pak Haji?)

"Tulung aku direwangi ngerugupi mobil, wingi bar tak kumbah klalen ora tak krugupi"
(Tolong bantu saya nutup mobil, kemarin baru saya cuci, lupa belum saya tutup).

"Lha ora pak dinggo emang e pak? Kok meh di krugupi?" Tanya Ira sekedarnya.
(Memang tidak-
- akan dipakai pak, kok mau ditutupi?)

"Ora mbak, soale wingi bar dinggo lamaran."
(Nggak mbak, karena kemarin baru dipakai untuk acara lamaran).

Karena dimintai tolong oleh bos nya, Ira pun bersedia membantu.
Keduanya menuju ke garasi mobil melalui gudang.
- lihat ilustrasi, diantara gudang dan garasi juga ada pintu penghubung-

Saat di dekat pintu, H. Takur meminta Ira mengambil penutup mobil yang berada di pojok ruangan, saat itu posisinya di belakang mobil yang terparkir.
Sedangkan H. Takur berniat membuka pintu garasi.

Saat masih kesulitan membawa penutup mobil, H. Takur tiba-tiba berujar dengan nada yang seperti orang terkejut.

"Mbak, mbak, iki mbak Nia nangopo mbak?"
(Mbak, ini mbak Nia kenapa mbak?)

Ira keheranan mendengar nama mbak Nia disebut. Bergegas Ira meletakkan penutup mobil yang sudah diseretnya kelantai, dan menghampiri H. Takur yang terlihat agak ketakutan.

Ira pun, seketika kaget-
- melihat sesosok tubuh tergeletak di lantai garasi, tepat di depan bagian mobil.

Dan seketika berteriak menjerit histeris, lalu berlari keluar, melalui arah yang sama seperti ia masuk ke garasi.

Di pintu ruang kerjanya ia bertemu dengan Mbak Diah, sekretaris pabrik itu.
"Mbak Nia, mbak, mbak Nia", teriak Ira yang masih histeris dan akhirnya menangis di pelukan mbak Diah.

"Mbak Nia nangopo?"
(Mbak Nia kenapa?)

"Kae mbak, mbak nia mati, nang garasi".
(Itu mbak, mbak Nia meninggal, di garasi)
"Sing bener kowe?"
(Serius kamu?)

H. Takur pun terlihat bergegas menyusul Ira keluar sambil agak berlari.
Ira masih menangis di pelukan mbak Diah.

"Mbak, kae mbak, tulungi" ujar H. Takur yang masih terlihat panik.
Mbak Diah memberanikan diri masuk ke arah garasi sambil-
- menggandeng, agak menarik tangan Ira yang sebenarnya tidak mau masuk ke garasi lagi.

H. Takur sudah berlari ke arah rumahnya, berganti pakaian dan berniat menghubungi kerabatnya dan tetangga yang lain.

Mbak Gina, Istrinya pun kaget dan histeris mendengar penuturan H. Takur.
"Ya Allah, Mbak Nia priye?" Seru Gina yang langsung berlari mencari ke arah pintu garasi yang dari arah luar.

Bersamaan dengan itu, terdengar suara teriakan mbak Diah.

Pak Bowo, tetangga H. Takur yang rumahnya berada di depan pabrik mendengar suara teriakan itu dan bergegas -
- lari dari dalam rumahnya.
Begitu sampai di halaman pabrik, Pak Bowo berpapasan dengan H. Takur yang panik dan mengendarai motor menuju rumah kerabat yang masih berada satu kampung.

Di depan garasi Mbak Gina baru saja membuka pintu, dan langsung histeris. Pak Bowo pun kaget -
Seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.

Di dalam garasi, tepatnya disamping pintu yang terhubung ke gudang, terlihat Ira dan mbak Diah yang sedang berpelukan. Wajah ira tampak ditutupi dengan tangannya. Dan pandangan mbak Diah masih melihat dengan tatapan ngeri ke arah lantai-
Semua mata pun tertuju pada satu hal yang membuat siapa pun histeris saat melihatnya.

Sesosok tubuh wanita yang tergeletak bersimbah darah, dengan mata yang sedikit terbuka, salah satu tangannya seperti mengepal berada diatas kepalanya, dan tangan yang lain disamping tubuhnya.
Pak Bowo pun langsung berusaha membuka pintu garasi, dan tidak lama kemudian warga kampung berdatangan, dan seperti orang-orang yang sudah berada di lokasi, semua orang terkejut melihat tubuh mbak Nia yang tergeletak tak bernyawa di garasi pabrik itu.
Mbak Gina Histeris dan menangis sesenggukan melihat kondisi mbak Nia yang terlihat mengenaskan.

Anak perempuan mbak Nia, berlari dari arah rumahnya sampai salah satu sendalnya terlepas.

Ia terlihat sangat histeris saat mendengar berita, ibunya ditemukan.
Orang orang masih mengerumuni area garasi. Mbak Gina menangis dan meratap, seakan ingin berteriak minta tolong agar tubuh mbak Nia segera di evakuasi.

Anak mbak Nia langsung berlari kearah tubuh ibunya yang tergeletak, namun salah seorang warga berusaha menghalaunya.
"Ibuuuk... Ibukku kenopo? Ibukku kenopo? Buuuk!" Jerit anak mbak Nia, histeris.

Mbak Gina semakin tak karuan, merasa di satu sisi merasa kasihan dengan tubuh mbak Ira, disisi yang lain juga merasa iba melihat putri mbak Nia yang meratapi ibunya.

"Lek, mbok tulung, ditulungi si"
(Pak, tolonglah, dibantu)
Mbak Gina hampir tersungkur, sambil menangis, memohon agar orang orang yang berada disekitar mau mengevakuasi tubuh mbak Nia.

Teringat, mbak Nia sudah bekerja cukup lama di keluarganya, dari sejak bekerja dengan kakak mbak Gina, dan akhirnya-
- diminta bekerja di rumah mbak Gina, mbak Nia sudah dianggap seperti keluarganya sendiri. Bahkan putri mbak gina sudah menganggapnya seperti ibunya sendiri.

Perasaan tak tega itu terus berkecamuk dihati mbak Gina.
"Pripun niki pak ustad?" (Bagaimana ini pak ustad?)
Bisik pak Bowo, pada salah satu tokoh desa yang telah ikut berada di lokasi.

"Nopo jenazah ajeng dipindah mawon?"
(Apa tubuh korban perlu dipindah saja?)

Tapi, dari belakang, tangan pak bowo ditarik istrinya.
"Pak, opo-oponan si njenengan niku".
(Apa-apaan sih bapak!)
"Ora usah melu-melu pak. Medeni"
(Jangan ikut campur pak, bahaya).
"Lapor polisi bae"
(Laporkan polisi saja).

Istri pak Bowo, mencegah agar pak Bowo tidak ikut campur dalam masalah.

H. Takur pun terlihat kembali ke-
- lokasi.

Agak terkejut, tapi merasa lega, karena sudah banyak warga yang berdatangan ingin membantu.

Sebenarnya H. Takur khawatir kejadian itu akan berdampak buruk untuk dirinya. Maka dari itu, ia langsung meminta bantuan beberapa kerabatnya yang tinggal di sekitar kampung.
H. Takur bergegas memarkirkan motor dan menghampiri kerumunan yang mengitari jasad Mbak Nia.

Ketika itu, mbak Gina, Istrinya masih terus meratap, memohon agar jenazah Mbak Nia dipindahkan.
H. Takur mendekati tokoh desa yang berada di samping pak Bowo.

"Pripun niki pak ustad? Ajeng dipindah mawon nopo pripun?"
(Bagaimana ini pak Ustad? Apa dipindahkan saja?)

"Kulo nggih bingung mas kaji"
(Saya juga binggung mas kaji)
"Wes sih, mbok tulung iku mbak Nia dipindah disik. Melaske". Ujar mbak Gina terus meratap.
(Sudah lah, tolong itu tubuh mbak Nia dipindahkan dulu. Kasihan)

"Lapor polisi mawon pak. Men boten kesalahan" Sahut pak Bowo, dengan nada seperti orang menggerutu.
(Lapor polisi saja pak)
"Wes wes. Kang, lek, tulungi disik kui mbak Nia. Ya Allah, kok tego temen mung ndelokke wong ngenes koyo kui"
(Sudah. Mas, pak, ditolong dulu itu mbak Nia. Ya Allah, kok tega sekali cuma menonton orang yang kondisinya mengenaskan seperti itu)

Seru mbak Gina-
- yang masih terus meratap memohon, sambil memanggil beberapa orang yang ada disana.

Setelah ada beberapa perdebatan dan pertimbangan, mbak Gina yang terus memohon agar jasad mbak Nia dipindahkan, keadaan anak mbak Nia yang terus histeris, dan semakin banyak warga yang-
-berdatangan, seakan berdesakan ingin melihat secara langsung keadaan mbak Nia, akhirnya tindakan itu pun dilakukan.

Jasad mbak Nia pun, dipindahkan ke dalam rumah H. Takur.
Beberapa karyawan, dibantu oleh Pak Bowo, dan seorang Tokoh desa, membantu proses pemindahan jasad Mbak Nia ke dalam rumah.

Anak mbak Nia semakin histeris, melihat kondisi tubuh ibunya yang sudah hampir kaku, dengan darah yang berceceran di lantai Garasi.
Pak bowo, dan Ustad Bahi, tokoh desa yang ikut membantu menggotong tubuh mbak Nia agak merasakan keganjian saat prosesi pemindahan jasad itu.

Pasalnya, seperti masih ada darah yang mengalir keluar dari bagian leher, tubuh mbak Nia. Selain itu, bagian rambutnya pun agak terasa-
- cepal, lengket, dan basah. Entah, basah oleh darah atau embun. Berhubung jasad itu ditemukan dipagi hari. Disangka nya, jasad itu mungkin terkena embun dari lantai garasi.

Pak Bowo masih mencuci tangannya di kran depan rumahnya, saat rombongan polisi berdatangan.
Tindakan pertama yang dilakukan pihak kepolisian adalah menghimbau para warga agar menjaga jarak dari Tempat kejadian Perkara, dan segera memasang Garis polisi disekitar Pabrik, utamanya di pintu Garasi.

Satu hal yang disayangkan pihak kepolisian adalah telah dipindahkannya-
- jasad mbak Nia dari TKP awal.

"Priye iki, priye kejadiane? Sopo sing mateni mbak yu ku?"
(Bagaimana ini, bagaimana kejadiannya? Siapa yang tega membunuh kakak ku?)

Suara adik mbak Nia terdengar dari arah pintu rumah H. Takur.
Rupanya, kabar penemuan jasad mbak Nia telah sampai ditelinga Tiyo, adik laki-lakinya. Namun ternyata kabar yang didengar oleh adik Tyo adalah bahwa kakaknya telah menjadi korban pembunuhan.

Tyo datang ke lokasi untuk memastikan kebenaran kabar yang didengarnya.
"Bener iki. Iki mesti ono sing mateni mbak yu ku". (Benar. Pasti ada yang telah membunuh kakakku) seru Tyo, setengah emosi.

"Sopo si, sing tego mateni mbak Nia? Kok kejem temen."
(Siapa yang tega membunuh mbak Nia? Kejam sekali) ucap mbak Gina, yang terlihat masih terus menangis
Tuti, anak mbak Nia, pun terus menangis meratapi kematian ibunya.

Pihak kepolisian masih sibuk memeriksa keadaan TKP saat Tyo mencoba mendatangi lokasi kakaknya ditemukan. Ia pun penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi di tempat itu.
Terlihat, darah yang semula tercecer di lantai garasi sedikit menghilang, seperti ada seseorang yang telah berusaha membersihkannya.

Saat jasad mbak Nia telah dipindahkan, sebelum pihak kepolisian datang, rupanya ada yang menutup sebagian pintu garasi, sehingga-
- tidak ada yang mengetahui, siapa yang mencoba membersihkan darah mbak Nia di TKP, karena memang saat itu semua orang terlihat panik.

Hal itu pula yang sedang dipermasalahkan oleh pihak kepolisian yang masih menyisir daerah sekitar TKP.

Beberapa orang terlihat-
- masih saling melempar keterangan ketika ditanya oleh polisi.

Tyo mendekati tempat itu, sambil menanyakan kronologi kejadian pada setiap orang yang ditemuinya. Termasuk menanyakan keterangan apa yang sementara itu telah berhasil ditemukan oleh polisi.
Belum ada hasil yang bisa dijadikan petunjuk. Polisi masih butuh waktu untuk memeriksa lebih lanjut lokasi sekitar TKP.

Keterangan sementara saat itu, telah ditemukan bercak yang di duga bekas darah yang agak mengering di kusen pintu yang menghubungkan area gudang dengan Garasi.
Polisi pun terlihat masih sangat menyayangkan, bahkan ada yang menyalahkan orang yang telah memindahkan jasad korban dari TKP semula. Termasuk mencari tau siapa yang telah mengelap darah yang tadinya tercecer di lokasi.

Beberapa orang yang baru datang ke lokasi pun, banyak yang-
-merasa penasaran, penyebab kematian mbak Nia, yang beritanya sudah gempar di lingkungan kampung itu.

Ambulan pun datang, dan membawa jasad mbak Nia untuk dilakukan Visum dan Autopsi di rumah sakit.
Beberapa orang pun diminta bersiap untuk dimintai keterangan ke kantor polisi. Terutama pihak pemilik rumah dan pabrik itu, serta beberapa saksi ditempat kejadian.

Tyo, masih terus mencari tau keterangan dari beberapa orang yang masih berada disana, termasuk Tuti.
Pagi itu, sebelum ditemukannya jasad mbak Nia, Tuti memang mengabarkan pada Tyo bahwa Ibunya tidak pulang sejak sore di hari sebelumnya.

Tidak ada yang mengetahui dimana sebenarnya mbak Nia saat itu. Pihak keluarga Mbak Nia sendiri mengira-
- Mbak Nia sedang berada di rumah salah seorang warga kampung itu yang baru menggelar acara lamaran. Mbak Nia memang sempat dimintai tolong untuk membantu persiapannya.
Namun, sampai malam harinya pun, tidak ada yang menyadari dimana keberadaan mbak Nia, hingga akhirnya -
- jasadnya ditemukan Tidak bernyawa di Garasi Pabrik pada Minggu pagi itu.

Keterangan yang disampaikan oleh Tuti pun, beberapa kali ia mencoba menelpon ibunya, tapi tidak diangkat. Bahkan, Tuti menuturkan bahwa HP ibunya sempat tidak aktif saat coba dihubungi.
Mendengar penuturan Tuti itu, Tyo langsung menanyakan pada polisi yang masih berada ditempat itu, apakah HP kakaknya ditemukan di lokasi tersebut.

Namun, polisi tidak menemukannya. Tyo pun menanyakan pada majikan kakaknya. Dan dipersilakan mencari sendiri-
- kedalam rumahnya. Karena di hari sebelumnya, memang mbak Nia masih mengerjakan pekerjaan di rumah itu.

Saat memeriksa ke area dapur, tepatnya ditempat mesin cuci yang terletak di samping mushola di dalam rumah itu, Tyo berhasil menemukan Hp kakaknya.
Hp mbak Nia, ditemukan sedang di "charge", disekitar tempat setrika. Dengan kondisi daya baterai yang belum penuh.

Merasa ada kecurigaan terhadap kondisi HP mbak Nia, Tyo pun menyerahkan Hp tersebut pada pihak kepolisian.

Dari situ lah, awal petunjuk terkait kejadian itu-
- diperoleh.

Kejanggalan dari penemuan HP mbak Nia diantaranya, kondisi HP yang masih menyala sedangkan menurut penuturan Tuti, Hp ibunya sempat tidak aktif saat dihubungi. Daya baterai yang belum penuh, seakan menjadi sebuah dugaan ada orang lain yang meletakkan Hp tersebut -
- dan sengaja men-charge Hpnya di lokasi itu.

Tyo pun, menyerahkan penyelidikan lebih lanjut dari HP mbak Nia kepada pihak kepolisian.
Kondisi di sekitar pabrik dan rumah H. Takur belum sepenuhnya tenang. Tiba-tiba, Ayah mbak Nia yang baru saja sampai di lokasi, terlihat ribut dan marah-marah. Emosinya tersulut karena mendengar kabar putrinya ditemukan meninggal dengan keadaan tidak wajar.
Ayah mbak Nia, adalah seorang penarik becak di pasar. Meskipun sudah sepuh, tenaganya bisa dikatakan masih cukup kuat.

Saat mendengar kabar tentang putrinya, beliau benar-benar emosi dan marah terhadap keluarga H. Takur.
"Sopo sing mateni anakku? Anakku duwe salah opo, Kok sampe tego dipateni kui?"
(Siapa yang membunuh anakku? Apa salahnya, kok sampai tega dibunuh?)
Teriak Ayah mbak Nia, emosi. Air mata keluar dari sela matanya, seakan tidak bisa tertahan.
"Koe sing mateni anakku po? Salah opo anakku?"
(Kamu yang kembunuh anakku? Apa salahnya?)
Teriak Ayah mbak Nia, menunjuk ke arah H. Takur dan istrinya.

"Saestu pak, kulo nggih mboten ngertos nopo-nopo."
(Yakin, pak. Saya juga tidak tau apa-apa).
Ujar H. Takur membela diri.
Beberapa orang terlihat berusaha menenangkan Ayah mbak Nia.

"Anakku, mati nang gon omahmu, sopo meneh sing mateni nek dudu koe?"
(Anakku, meninggal di rumahmu, siapa lagi pelakunya kalau bukan kamu?)

Ayah mbak Nia masih terus menyalahkan.
"Sabar lek, durung jelas kabeh kejadiane. Kae sek diurus polisi."
(Sabar pak. Belum jelas kejadiannya. Masih diurus polisi).
Ucap salah seorang warga yang ada di lokasi.

Situasi semakin memanas dengan kejadian itu. Tyo pun berusaha meredam emosi ayahnya, bersama dengan-
- pamannya yang tiba di lokasi.

Semua orang pun saling berusaha menenangkan situasi. Tyo dan beberapa orang mencoba mengantar ayah mbak Nia pulang, agar situasi tidak semakin buruk.
Keluarga mbak Nia, Tyo termasuk Pak Rusdi, pamannya menuju rumah sakit, setelah pihak kepolisian meminta ijin agar jasad mbak Nia bersedia di Autopsi.

Sedangkan Pak Roni, paman korban yang lain, masih mencoba mencari tau keterangan tentang penemuan jasad ponakannya pada -
- beberapa orang yang masih berada di lokasi, termasuk menanyakan kejadian itu pada H. Takur, mbak Gina, ustad Bahi, Pak Bowo, dan Ira.

Pak Roni, adalah salah satu paman mbak Nia yang terpelajar, sehingga masih bisa mengendalikan diri dan tenang menghadapi suatu permasalahan.
Pak Roni berusaha menghubungkan satu keterangan dengan keterangan yang lain. Berharap ada hal yang bisa dijadikan petunjuk.
Beberapa keterangan, yang menurutnya penting, berhasil direkamnya. Dengan harapan bisa menjadi bukti petunjuk.
------
NB : Salah satu sumber data dari cerita ini pun saya peroleh dari penuturan cerita dan rekaman yang diberikan oleh paman korban.
------
Siang itu, pasca kejadian penemuan jasad mbak Nia di Garasi Pabrik milik H. Takur, keadaan pabrik sudah kembali normal.

Garis polisi yang sudah terlihat terbentang disekitar area garasi dan Gudang pabrik, pun menjadi penanda bahwa disekitar lokasi tersebut baru saja terjadi -
- peristiwa yang diduga ada pelanggaran hukum.

Setiap warga yang melihat, termasuk karyawan pabrik, akan langsung teringat dan membicarakan perihal kejadian yang menghebohkan kampung, di pagi itu.
Di rumah alm. mbak Nia, beberapa warga dan sanak saudara mulai terlihat berdatangan. Dari yang berniat untuk berbelasungkawa, hingga yang penasaran dengan peristiwa musibah yang menimpa keluarga itu.

Ayah mbak Nia, pun terlihat masih terus gelisah. Perasaannya campur aduk -
- antara perasaan sakit karena kehilangan buah hatinya, dan rasa emosi mengingat kematian anaknya yang tidak wajar. Beliau pun, masih terus menyalahkan pihak keluarga H. Takur.

"Aku tetep ora terimo. Anakku mati ning gon e kaji Takur. Ora wajar. Keluarga ne kudu tanggung jawab-
- sopo sing mateni anakku, kudu ketemu. Kudu dihukum setimpal"
(Saya tetap tidak terima. Anakku meninggal di tempat H. Takur. Tak wajar. Keluarganya harus bertanggung jawab mencari pembunuhnya. Harus menerima balasan yang setimpal)
Ayah mbak Nia terus mencerca ucapan itu.
"Anakku salah opo? Kok sampe tego dipateni koyo kae?"
(Apa salah anakku? Kok sampai tega dibunuh seperti itu?)

Gerutu Ayahnya mbak Nia, yang terlihat sudah tidak mampu menahan air matanya, pun sama halnya dengan istrinya, ibu mbak Nia.

Tuti masih terus menangis -
Beberapa kali, terdengar ratapan Tuti, yang sedang berada dipelukan Bibi mbak Nia, istri pak Roni.

"Ibuk... Nek ibuk ora ono, aku meh karo sopo buk?" (Ibu... Kalau ibu tidak ada, aku sama siapa buk?)

"Sabar nduk. Di ikhlaske ibumu. Tuti sek duwe simbah, sek ono ibuk juga".
(Sabar ya nak. Ikhlaskan ibumu. Tuti masih punya kakek-nenek, masih ada ibuk juga)
Istri pak Roni terus berusaha menenangkan Tuti. Tuti, memang sering memanggil istri pak Roni dengan panggilan Ibuk. Karena sifat keibuannya, memang sudah menganggap Tuti seperti anak sendiri.
Terlebih, sejak ayah Tuti meninggal, dulu saat dia masih kanak-kanak.

Setiap kejadian di pagi itu pun kembali dibahas oleh warga. Termasuk pak Roni yang sudah cukup mendengar beberapa keterangan dari beberapa orang yang menjadi saksi kejadian.
Salah satu warga yang baru datang, menanyakan perihal sebab kematian mbak Nia. Pasalnya, kabar yang didengar oleh beberapa orang sekitar, ada yang mengatakan mbak Nia meninggal karena kesetrum.

Pihak keluarga pun bingung dengan hal itu.
Pak Roni sempat tidak terima oleh tersebarnya berita tak jelas tentang kematian ponakannya.

Pasalnya, semua orang yang menyaksikan kejadian itu, pasti bisa menyimpulkan bahwa jasad itu adalah korban pembunuhan.
Selama beberapa hari setelah kejadian, pihak kepolisian pun terus menggali keterangan dari beberapa saksi yang di duga terkait dengan kejadian itu.
Termasuk, pihak keluarga H. Takur yang paling dicurigai sebagai terduga pelaku pembunuhan.

Bahkan, status hukum seluruh keluarga -
- kabarnya telah ditetapkan sebagai tahanan kota. Tapi, kabar tersebut belum bisa di konfirmasi kejelasannya.

Lebih dari satu bulan sejak kejadian itu, pihak kepolisian belum juga bisa menemukan keterangan yang mengarah pada terduga pelaku.

Keresahan pun sangat dirasakan oleh-
- kalangan masyarakat. Pasalnya, H. Takur dan keluarganya selalu digunjingkan sebagai terduga pelaku pembunuhan. Meski pun selalu ada pembelaan dari pihak sanak saudara Istri H. Takur, namun hal itu justru semakin menguatkan dugaan warga.
Resah, dan seakan tidak puas dengan perkembangan penyelidikan kasus oleh pihak kepolisian, pihak keluarga mbak Nia, dimotori oleh Pak H. Rusdi dan Pak Roni yang terpaksa mengikuti usulan H. Rusdi, berniat menanyakan perihal kematian ponakannya pada salah satu orang pintar di -
- daerah T***l, salah satu daerah di bagian utara, barat jawa tengah. Lalu, berangkatlah mereka bersama dengan Tyo yang juga ikut serta.

- dari sini lah, hal-hal mistis terkait dengan kejadian ini mulai bermunculan.
Dari cerita yang telah saya sampaikan, awal mula kejadian ini adalah peristiwa penemuan jasad mbak Nia di Garasi Pabrik. Penemuan jasad yang penuh dengan kejanggalan, mengarah pada peristiwa pembunuhan.

Cerita tersebut, saya per-jelas dari cerita awal yang sempat saya sampaikan.
Bahwa jasad mbak Nia, ditemukan dengan kondisi bersimbah darah.

Dan hal mistis yang sering terjadi, pada lokasi tempat kejadian pembunuhan, tentunya adalah mulai munculnya sosok arwah penasaran sang korban, yang menginginkan pembalasan.

Apakah hal itu terjadi?



0 Response to "MISTERI PEMBUNUHAN DI GARASI PABRIK " Bagian I:Mayat Yang Bersimbah Darah""

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Post a Comment